Warga Ciptakan Kampung Edukasi Pinggirejo Selama Pendemi

31 Maret 2021

Comments

KOTA MAGELANG – Pandemi Covid-19 yang telah berjalan satu tahun di Kota Magelang, menimbulkan dampak yang luar biasa. Tak hanya perekonomian yang menurun, pandemi juga membuat aktivitas masyarakat pun terbatas. Namun, selama satu tahun ini, warga Kampung Pinggirejo, Kelurahan Wates, Magelang Utara, tetap eksis menjalankan kegiatan sebagai kampung yang penuh dengan prestasi itu.

Pandemi justru menjadi inovasi. Kalimat itu yang bisa diwujudkan masyarakat di Kampung Pinggirejo. Tak cukup sukses menyulap sampah jadi rupiah dan mempraktikkan pungutan sampah sebagai biaya administrasi kependudukan warga, kini masyarakat setempat mencoba menciptakan wisata edukasi baru.

Menyusuri Kampung Pinggirejo, Kelurahan Wates, orang akan disuguhi suasana tematis yang beraneka ragam. Misalnya saja kampung organik dan gravity trotoar maupun pagar kampung. Ada miniatur jalan, taman edukasi, rambu-rambu, mural artistik, dan terakhir adalah wisata edukasi tentang pertanian, peternakan, dan pertanian.

”Kami ingin membuat Kampung Pinggirejo ke depan bisa menjadi wahana kampung wisata edukasi bagi masyarakat. Pandemi tak menyurutkan kami untuk berhenti memberi edukasi yang bermanfaat bagi sesama,” kata Penasihat Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartini Kampung Pringgirejo, RW 07 Kelurahan Wates, Magelang Utara, Berdiyanto, Minggu (28/3/2021).

Selain kampung organik dan mural, ada pula kawasan hidroponik dan edukasi pertanian terpadu. Gagasan menciptakan kawasan pertanian terpadu ini muncul karena terbatasnya lahan produktif pertanian di Kampung Pinggirejo.

”Saat ini sifatnya baru dirintis. Ke depan kami harapkan semakin berkembang dan kawasan wisata pertanian terpadu Kampung Pinggirejo benar-benar menjadi kenyataan. Tentu kami mengharap kerja sama seluruh warga sini untuk merealisasikannya,” imbuh Berdiyanto.

Ia menjelaskan bahwa rintisan objek wisata pertanian terpadu ini dimulai pada November 2018 lalu. Memanfaatkan lahan milik Pemkot Magelang seluas 1.800 meter persegi dan nyaris tak dapat digunakan karena berada di daerah kemiringan 60 derajat justru melahirkan ide kreatif. Lahan yang awalnya hanya ditumbuhi pohon albasia dan rumput liar itu disulap ditanami dengan tanaman bunga dan sayuran dengan wujud terasering.

”Sebagian kita manfaatkan untuk tanaman-tanaman. Sebagian lagi kita jadikan area peternakan dan perikanan,” jelasnya.

Wisata edukasi pertanian terpadu ini diciptakan karena dalam satu lahan terdapat konsep pertanian terpadu. Beragam potensi pun dibuat di area tersebut antara lain tanaman bunga matahari, ada juga asoka, dan tanaman lainnya.

Berdiyanto menambahkan, KWT Kartini, Pinggirejo yang digawangi unsur perempuan di kampung tersebut juga baru saja melaksanakan penanaman sayuran. Kegiatan ini menjadi dukungan warga dalam rangka program 100 hari Walikota dr HM Nur Aziz dan Wakil Walikota KH Mansyur memimpin Kota Sejuta Bunga.

“Dihadiri Pak Kepala Dinas Pertanian dan Pangan, Pak Ery Widyo Saptoko, beserta jajaran. Pencanangan sayuran ini diharapkan nanti bisa dipanen warga sehingga kebutuhan gizi sayuran terpenuhi,” ujarnya.

Dia berharap, melalui wisata edukasi pertanian terpadu ini diharapkan bisa turut mengedukasi para pengunjung akan dunia pertanian, peternakan, dan perikanan. Menurutnya, wisata ini dirintis tak hanya sebagai eksistensi, karena mereka juga bisa belajar budidaya tanaman, sayuran, peternakan, dan perikanan mulai dari awal.

”Walaupun dibanding sebelum pandemi ada penurunan signifikan yang berkunjung ke sini, tapi pemeliharaan dan perawatan tetap kita lakukan. Tentunya dengan protokol kesehatan secara ketat,” ungkapnya.

Ke depan, wisata yang dikelola KWT Kartini bersama dengan warga Pinggirejo bisa menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Wisata ini ditargetkan siap untuk dikunjungi kalangan umum dalam waktu dekat.

“Kita fokuskan pemeliharaan terlebih dulu karena masa pandemi juga menurunkan pengunjung. Tapi ke depan, setelah ramai lagi, kami yakin ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,” jelasnya.

Sementara itu, Lurah Wates, Ravi Pagas Makalosa menuturkan, di kelurahannya memiliki cara khusus menghadapi pandemi Covid-19, dengan kearifan lokal, salah satunya gotong-royong.

”Di Wates ini ada 13 RW dan 84 RT. Kelurahan Wates mengandalkan kearifan lokal untuk mencegah penyebaran virus corona. Salah satunya dengan gotong-royong dan membentuk Satgas Jogo Tonggo dan Posko Kampung Tangguh di tiap-tiap RW. Kemudian posko pemantauan Covid-19 yang berada di tiap RT,” tandasnya. (prokompim/kotamgl)

Related Posts

0 Comments

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *