Sejak 2010 Usaha Kue “Bagelen Oke” Kota Magelang Pekerjakan Difabel

29 Juli 2021

Comments

KOTA MAGELANG – Pertengahan tahun 2010 menjadi awal Charles Bernadus Kumentas (60) memulai usaha pembuatan kue kering Bagelen Oke. Usahanya bermula ketika sang istri coba-coba bikin kue di sela kesibukannya mengurus rumah tangga.

“Istri yang mengawali usaha ini beberapa bulan sebelum erupsi Merapi 2010. Sifatnya kecil-kecilan saja, istri membawa kuenya ke teman-temannya dan ternyata pada suka,” ujar bapak yang akrab disapa Ben itu saat ditemui di rumah produksinya Kupatan RT/RW 03/09 Kedungsari Kota Magelang.

Dia menuturkan, usaha kuenya terus berkembang. Terlebih, setelah usahanya sendiri di bisnis kertas mengalami kebangkrutan, sehingga ia memfokuskan diri membesarkan bisnis kue keringnya.

Menariknya, Ben dan istri, Lindawati (60) mempekerjakan karyawan dari kalangan difabel yang memiliki keterbatasan fisik. Di awal usaha, pasangan suami-istri ini mengkaryakan 10 karyawan difabel dengan keterbatasan beragam dari tunarungu, tunawicara, hingga tunagrahita.

“Kami merasa tergerak hati untuk membantu mereka bekerja, karena tidak banyak usaha yang bisa menerima mereka. Lagipula saya menjalani usaha ini juga sebagai ladang ibadah,” katanya.

Seiring perjalanan waktu, saat ini karyawan dari difabel tersisa sebanyak empat orang, terdiri dari tiga laki-laki dan satu wanita. Keempatnya memiliki kekurangan di pendengaran, bicara, dan intelektual.

“Mereka asalnya dari Kota dan Kabupaten Magelang, yakni Dumpoh, Soka, Tempuran, dan Kalinegoro. Mereka sudah lama ikut saya, bahkan yang namanya Galih itu menikah dengan sesama difabel yang juga karyawan saya dan sudah punya anak,” jelasnya.

Ben mengaku, mempekerjakan karyawan difabel memang memiliki keunikan sendiri. Satu sisi memang mereka memiliki keterbatasan fisik, tapi dari sisi kemampuan mereka bisa sama dengan yang normal.

“Bahkan, mereka lebih tekun, fokus, dan kerjanya bagus. Mereka juga bisa mengerjakan pekerjaan lain, kecuali tunagrahita yang hanya fokus pada satu tugas saja. Dukanya di komunikasi, karena memakai bahasa isyarat. Ya kita harus saling mengerti dan sabar,” paparnya.

Di masa pandemi ini, Ben menyebutkan, usahanya ikut terdampak. Bisa dikatakan pendapatan menurun hingga 50 persen. Terlebih saat berlakunya PPKM Darurat 3-20 Juli 2021 lalu, pihaknya berhenti operasi dan berdampak pada pendapatan usaha maupun karyawan.

“Meski produksi libur, karyawan tetap kami bayar dengan nominal berbeda. Tentu kami kasihan mereka tidak ada pekerjaan,” ungkapnya yang memproduksi kue bagelen 50-100 dus per hari atau menghabiskan 100 kg tepung terigu.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang, Catur Budi Fajar Sumarmo mengutarakan, pihaknya sangat mengapresiasi usaha kue Bagelen Oke yang tulus melibatkan kaum difabel dalam usahanya.

“Mereka sangat terbantukan dengan bekerja di Bagelen Oke, merasa “diorangkan”, dan membantu ekonomi mereka. Terpenting lagi dapat memotivasi umkm lain untuk juga bisa melibatkan mereka, karena ternyata mereka bisa bekerja dengan baik,” ungkapnya. (pemkotmgl)

Related Posts

0 Comments

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *