Kampung Tangguh di Kota Magelang, Upaya Cegah Covid-19 Berbasis Kearifan Lokal

28 Januari 2021

Comments

MAGELANG – Sejak awal pandemi Covid-19, sejumlah kampung di Kota Magelang mulai membentuk ”Kampung Tangguh” dan Satgas Jogo Tonggo. Gagasan ini merupakan upaya pemerintah untuk menangkal Covid-19 berbasis kearifan lokal.

Semangat gotong-royong dan kebersamaan masyarakat dianggap menjadi solusi paling masuk akal menghadapi pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Kebiasaan tradisional, seolah membawa kembali sisi kemanusiaan masyarakat untuk bangkit dari terpuruknya di berbagai sektor akibat pandemi.

Seperti diketahui bahwa pandemi Covid-19 mengakibatkan terjadinya krisis kesehatan dan berpengaruh pada krisis ekonomi. Oleh karena itu, Pemkot Magelang merasa perlu mencanangkan di setiap kampung menjadi Kampung Tangguh guna mengurangi risiko tersebut.

Di Kota Magelang, pendirian Kampung Tangguh terus berkembang dari sisi kualitas dan kuantitasnya. Mereka mempraktikkan strategi tradisional seperti kegotong-royongan dan berbagi peduli.

Kampung Tangguh bergerak di dua sektor yakni perekonomian dan kesehatan. Di sektor kesehatan, kader Kampung Tangguh terus menebar pencegahan dengan sosialisasi protokol kesehatan. Sementara di sektor perekonomian, masyarakat peduli memberikan makanan kepada tetangga atau masyarakat lainnya, yang kurang mampu.

Kampung Tangguh ini banyak terdapat di Kota Magelang. Di Kelurahan Tidar Selatan, Kecamatan Magelang Selatan misalnya, sejak pandemi terjadi, masyarakat berkreasi untuk membuat rasa kepedulian dengan sesama. Program yang dijalankan secara swadaya tersebut diwujudkan dengan kegiatan ”cantelan berbagi”. Kegiatan sosial ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak Covid-19.

Ketua RT 05 RW 1 Tidar Campur, Tidar Selatan, Tamtomo mengatakan, sasaran Cantelan Berbagi adalah sekitar 35-40 kepala keluarga di Kampung Tidar Campur. Selain itu ada juga warga luar kampung seperti di Salakan, Tidar Sawe, Nggrenggeng, Kedhungdowo, dan lainnya.

”Sedangkan untuk umum, ada sopir angkot, buruh tani, pemulung pedagang asongan, pengemudi ojek online, buruh kasar, dan lainnya,” katanya, belum lama ini.

Ia menjelaskan, paket yang diletakkan di tempat khusus atau ”dicantelkan” itu berupa bahan makanan. Paket itu ada karena beberapa sumbangan dari para donatur dan juga iuran warga setempat.

Menariknya, para penyumbang atau ”penyantel” ini, kata Tamtomo, tidak hanya warga yang berekonomi cukup. Mereka yang berpenghasilan di bawa rata-rata pun tetap bersemangat menggelar aksi sosial ini.

Tamtomo menjelaskan, Cantelan Berbagi memberikan manfaat di luar materi, yakni menumbuhkan sikap peduli dan berbagi, menyuburkan sikap gotong-royong, meningkatkan kesadaran untuk terlibat dengan suka rela dan suka cita.

”Kegiatan ini juga memupuk kekeluargaan dalam bermasyarakat. Lalu yang penting juga edukasi pola hidup sehat di tengah pandemi Covid-19,” kata Tamtomo yang juga Koordinator Cantelan Berbagi Tidar Campur itu.

Selain dikenal karena sikap warganya yang aktif bergotong-royong, Kampung Tidar Campur juga tak jarang jadi jujukan destinasi wisata. Namun, akibat pandemi, tempat wisata di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Magelang itupun dibatasi.

Salah satunya, destinasi wisata swadaya masyarakat Kampung Warna-warni Tidar Campur. Kampung yang menawarkan keindahan rumah-rumah warga bercat warna-warni, tanaman organik, bank sampah, dan masjid berbentuk replika Kabah ini terpaksa harus membatasi operasionalnya karena Kota Magelang masuk daerah yang menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) 11-25 Januari 2020.

Meski demikian, sejak beberapa hari lalu pengurus Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) tetap berkegiatan dengan merawat tembok-tembok rumah yang sudah dicat warna-warni itu. Selain tembok, warna-warni yang mewarnai jalanan juga dicat kembali dengan warna baru agar lebih cerah dan terlihat menarik.

Pengurus Pokdarwis Kampung Warna-warni Tidar Campur, Danang Ismaya mengatakan, pihaknya telah menyediakan fasilitas pendukung protokol kesehatan. Ketersediaan alat penyemprot disinfektan, penyediaan tempat cuci tangan, hingga alat deteksi suhu tubuh berasal dari bantuan Pemkot Magelang.

”Setiap pengunjung yang datang kita cek suhu tubuh, harus menggunakan masker, menjaga jarak, dan juga cuci tangan dengan sabun di tempat-tempat yang telah disediakan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, selama dibatasi operasionalnya, pihaknya melakukan pembenahan sejumlah infrastruktur yang sempat terbengkalai. Dengan modal swadaya pihaknya mulai menata, dan menpercantik diri di kawasan tersebut.

”Cat yang sudah kusam, mulai kami perbaiki kembali. Remaja, anak-anak, dan orangtua terlibat dalam pembenahan ini. Semua berperan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing,” katanya.

Beberapa spot yang yang dipercantik seperti lokasi rumah adat honai yang pernah dipesan oleh turis mancanegara untuk menginap waktu itu sebelum adanya Covid-19. Lalu Goa Carang yang sudah digeser lokasinya, karena lokasi semula dipergunakan untuk membangun Masjid Replika Kabah Ash Shirath. (prokompim/kotamgl)

Related Posts

0 Comments

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *