Oleh : Choriroh Kurniawati (El Shinta)
MAGELANG – Di PHK oleh salah satu perusahaan karoseri terbesar di Magelang, justru menjadi titik balik kehidupan Wachid Isrodin (45). Dari semula karyawan, kini menjadi juragan. Ia memang tidak ingin berlama-lama meratapi nasibnya diberhentikan dari pekerjaan. Bagaimanapun, ada istri dan dua buah hatinya yang membutuhkan banyak biaya untuk kebutuhan sehari-hari maupun sekolah.
Selama hampir 4 tahun bekerja di perusahaan karoseri, cukup membuat dirinya memiliki ilmu terutama design berbagai jenis mobil. Maka terbersitlah ide dalam pikirannya untuk memulai berwirausaha dengan membuat miniatur berbagai jenis mobil, seperti bus ataupun truk.
Tahun 2000 mulailah ia membuka usaha membuat miniatur truk. Awalnya dengan menggunakan bahan kayu seperti sengon, weru, putih dan semacamnya. Meskipun miniatur, namun untuk ukuran mainan tetap besar karena bisa dinaiki anak-anak.
Pertama kali ia memasarkan miniatur truk di Taman Kyai Langgeng. Kebetulan, rumahnya di kampung Bojong Barat RT 01/RW 09 Jurangombo Selatan Magelang Selatan, tidak jauh dari obyek wisata andalan Kota Magelang ini.
Yang patut disyukuri, saat itu hasil karyanya langsung diminati para wisatawan. Iapun semakin bersemangat untuk menambah jumlah produksinya.
Apalagi ketika pemerintah Kota Magelang dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan, hadir untuk memberikan suport atas usahanya. Ia acap diajak pameran dan diikutsertakan dalam berbagai pelatihan.
“Sangat membantu terutama dari segi promosi. Saya sering diajak untuk ikut pameran di berbagai kota sehingga banyak pesanan masuk,” katanya.
Setiap pameran yang diikuti selalu ia manfaatkan untuk menyebar kartu nama. Dari sanalah, banyak pesanan yang diterima.
Wilayah pantura seperti Batang, Pekalongan dan Tegal menjadi pasar potensial. Demikian juga kota-kota lain di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Seiring perjalanan waktu, ada kendala yang muncul. Terutama dalam hal pengiriman. Karena ukuran miniatur truk yang cukup besar atau panjang hampir mendapai 1 meter, cukup merepotkan apabila barang dikirim melalui jasa pengiriman. Disisi lain, banyak harga jual yang relatif tinggi antara Rp500 ribu hingga Rp700 ribu, membuat calon konsumen yang keberatan.
Iapun mengubah strategi produksi. Barang yang dibuat dibuat dengan ukuran yang lebih kecil, sekitar 30 – 60 cm dengan lebar 12-15 cm. Untuk bahan kayu juga menggunakan bahan yang lebih ringan, dalam hal ini triplek.
Ternyata strategi ini cukup bisa diterima pasar.Terbukti, pesanan terus mengalir dari berbagai wilayah termasuk dari luar Jawa seperti Sumatra dan Sulawesi.
Dalam satu bulan, ia bisa mendapat pesanan sekitar 300 pcs. Untuk memenuhi pesanan, ia dibantu dua sampai 3 tenaga borongan yang berasal dari tetangga sekitar.
Apabila pesanan banyak, maka jumlah tenaga yang membantu juga semakin banyak. Untuk pengerjaan, ia memiliki workshop yang ada di sekitar rumahnya. Di tempat produksinya ini, nampak ada beberapa alat seperti gergaji.
Wahid mengatakan, hasil produksi miniatur alat transportasi ini diberi nama “Laser Production”. Harga jualnya lebih murah dibanding produksi yang lama, yakni dari Rp70 ribu – Rp 150 ribu. “Lebih murahpun keuntungan tetap sama saat dijual dengan harga yang lebih mahal. Makanya saya buat lebih murah agar pesanan tambah banyak,” katanya.
Minitur bus maupun truk ukuran kecil ini, menurut Wahid, selain lebih diminati, juga mudah terutama untuk pengiriman. Setiap unit berbobot tidak lebih dari 400 gram. Ia juga sering mengandalkan jasa pengiriman travel, karena lebih cepat sampai.
Tidak mau ketinggalam kemajuan, ia menggunakan media sosial seperti FB, IG, WA maupun marketplace untuk berjualan. “Sangat efektif untuk berjualan sehingga selalu saja ada pesanan,” katanya sambil mengemas barang yang akan dikirim dengan menggunakan karung ukuran besar.
Untuk pemasaran, ia juga bekerjasama dengan sales dan juga mitra yang ada di beberapa kota.
Miniatur truk maupun bus produksinya memang cukup menarik minat, karena ditempeli stiker dengan warna-warna yang ‘ngejreng’. Terutama di body truk, akan ada tulisan-tulisan lucu seperti yang sering tertera di truk sungguhan.
Kini yang menjadi harapan dari wahid adalah wadah atau outlet memajang hasil produksinya. Karena disadari atau tidak, miniatur moda transportasi ini sudah menjadi ciri khas oleh-oleh Kota Magelang.
Yang cukup menggembirakan, diajang Borobudur Marathon beberapa waktu lalu, hasil kriyanya diikutsertakan dalam komunitas ‘Pawone’. Tahun ini, Pawone memang tidak hanya menampilkan kuliner saja, melainkan merambah ke kriya.
Lewat ajang bertaraf nasional ini, usaha kecilnya semakin laris. Banyak peserta lari maupun pengunjung yang membeli karena memang dibuat costum “Borobudur Marathon”. Bahkan dari sini pula, banyak pesanan yang datang. (Ch Kurniawati)
0 Komentar