Oleh : Nanda Sagita Gingting (Tribun Jogja)
Berangka tdari keuletan dan ketekunan membuat DwiSeptina (39) berhasil memasarkan produk olahan keripik tempe miliknya menguasai pasar nasional.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diberinama ‘Keripik Tempe Bunga Kantil’ berlokasi di Gang Kantil I, Kemirirejo, Magelang Tengah, Kota Magelang, sudah menjual produknya hingga keluarpulau Jawa. Seperti Kalimantan, Sumatera, hingga Sulawesi.
Ina sapaan akrabnya mengaku, setiap bulan bias menjual keripik tempe hingga 400 kilogram.
“Kami sudah punya reseller tetap, rata-rata dari luar pulau Jawa. Lalu, kami juga memasarkan di 14 UMKM unggulan di Kota Magelang, beberapa outlet, took ritel, dan pangsa pasar sudah merambah nasional. Jadi, (pemasaran) tidak hanya di kota atau kabupaten di sekitar Magelang saja namun sampai luar Pulau Jawa,”ujarnya, Minggu (26/11/2022).
Untuk memenuhi permintaan pasar,lanjutnya, produksi keripik tempe dilakukan setiaphari. Rata-rata jumlah produksi dalams ehari itu bias mencapai 25 kilogram. Denga nomzet yang diraup bias mencapai Rp 4juta-Rp5 juta per bulan.
“Untuk harganya keripik tempe yang dijual di outlet atau took ritel seharga Rp 19 ribu per 100 gram ,karena memakai packaging (kemasaan) full print. Sedangkan, yang kemasan biasa dengan ukuran 200 gram dihargai Rp15 ribu, dan ukuran 250 gram dihargai Rp19 ribu,”terangnya.
Ina bercerita, proses pembuatan keripik tempe miliknya sebenarnya sama seperti keripik pada umumnya. Namun yang menjadi andalan dan cirri khas dari keripik tempenya, yakni penggunaan bahan-bahan berkualitas premium.
“Yang membuat kami beda yaitu penggunaan bahan, mulai dari tempe yang diambil langsung dari perajin. Kemudian, tepung yang berkualita sunggulan, dan minyak dengan grade yang baik. Jadi, kami memang mengedepankan kualitas, sehingga memang bias dikatakan produk kami menyasar segmen menengah,”terangnya.
Meskipun, kini sudah mengukir sukses hingga memiliki tiga karyawan. Namun, pasang surut dalam membangun usaha turut dirasakan olehnya. Terutama, ketika pandemi Covid-19 yang menerjang dunia termasuk Indonesia. Usaha yang baru dirintisnya pada Februari 2020 ini, sempat berhenti selama dua bulan karena tidak ada penjualan.
“Bayangkan saja, kami baru memulai usaha tiba-tiba ada pandemi. Di situ, jadi titik terendah kami karena tidak ada penjualan sama sekali selama dua bulan. Disitu kami cari cara dan putar otak dan mencoba memasifkan penjualan online,”tuturnya.
Dengan bermodalkan keyakinan, dia dibantu sang suami mulaimemasarkan produk dengan cara luring maupun daring.
“Jadi, kami tetap memanfaatkan jualan offline. Suami saya itu seperti sales door to door kerumah-rumah untuk menawarkan. Sedangkan, saya mencoba menjual lewat platform di berbagai market online. Usaha kami pun mulai bangkit lagi. Alhamdulillah,sampai sekarang,”terangnya.
Bahkan dalam waktu dekat ini, dirinya berkesempatan untuk merambah pasar ekspor yakni mengirimkan produknya ke negara Amerika Serikat, dan Timur Tengah.
“Benar, ini sedang proses memenuhi persyaratan yang dibantu oleh Disperindag maupun Dinkes Kota Magelang. Ini tinggal beberapa proses saja, kalau semua bisa lolos akhir tahun ini mulai ekspor kesana,”ujar UMKM yang juga menjadi binaan PemkotMagelang.
Sementaraitu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Magelang Syaifullah menuturkan, saat ini secara keseluruhan di Kota Magelang berjumlah kurang lebih 11.200 UMKM. Meliputi pedagang kaki lima (PKL), pedagang pasar, dan para pelaku usaha lain yang nilai investasinya di bawah Rp 5 miliar.
“Saat ini, kami sedang gencar memfasilitasi para pelakuU MKM,terutama untuk pemasaran digital. Khususnya member pelatihan dan pendampingan kepada mereka. Dengan harapan, potensi untuk UMKM yang siap ekspor, sudah ada dan bakal terus dikembangkan. Meskipun, Kota Magelang tidak mempunyai sumber daya manusia yang melimpah, akan tetapi memiliki kualitas unggul,”urainya. (ndg)
0 Komentar